Saturday, May 5, 2018

Realisme


Realisme

Gambar 1.  Sir Godfrey Kneller (1646-1723)


Pokok-Pokok Ajaran Realisme      
Realisme merupakan aliran filsafat yang memiliki beraneka ragam bentuk. Kneller membagi realisme menjadi dua bentuk, yaitu: 1) realisme rasional, 2) realisme naturalis.
1.      Realisme Rasional
Realisme rasional dapat didefinisikan pada dua aliran, yaitu realisme klasik dan realisme religius. Bentuk utama dari realisme religius ialah “Scholastisisme”. Realisme klasik ialah filsafat Yunani yang pertama kali dikembangkan oleh Aristoteles, sedangkan realisme religius, terutama scholastisisme oleh Thomas Aquina, dengan menggunakan filsafat Aristoteles dalam membahas teologi gereja. Thomas Aquina menciptakan filsafat baru dalam agama Kristen, yang disebut tomisme, pada saat filsafat gereja dikuasai oleh neoplatonisme yang dipelopori oleh Plotinus.
Realisme klasik maupun realisme religius menyetujui bahwa dunia materi adalah nyata dan berada diluar pikiran (ide) yang mengamatinya. Tetapi sebaliknya, tomisme berpandangan bahwa materi dan jiwa diciptakan oleh Tuhan dan jiwa lebih penting daripada materi karena Tuhan adalah rohani yang sempurna.
a.      Realisme Klasik
Realisme klasik oleh Brubacher (1950) disebut humanisme rasional. Realisme klasik berpandangan bahwa manusia pada hakikatnya memiliki cirri rasional. Dunia dikenal melalui akal, dimulai dengan prinsip “self evident”, dimana manusia dapat menjangkau kebenaran umum.
Pengetahuan tentang Tuhan adalah bersifat self evident. Artinya bahwa adanya Tuhan itu tidak perlu dibuktikan dengan bukti-bukti lain, sebab Tuhan itu self evident. Sifat Tuhan itu Esa yang artinya hanya dimiliki Tuhan, tidak ada yang menyamainya terhadap sifat Tuhan tersebut.
b.      Realisme Religius
Realisme religius dalam pandangannya tampak. Ia berpendapat bahwa terdapat dua order yang terdiri atas “order natural” dan “order supernatural”. Kedua order tersebut berpusat pada Tuhan. Tuhan adalah pencipta semesta alam dan abadi. Pendidikan merupakan suatu proses untuk meningkatkan diri, guna mencapai yang abadi. Kemajuan diukur sesuai dengan yang abadi tersebut yang mengambil tempat dan alam. Hakikat kebenaran dan kebaikan memiliki makna dalam pandangan filsafat ini. Kebenaran bukan dibuat, melainkan sudah ditentukan, dimana belajar harus mencerminkan kebenaran tersebut.
Menurut pandangan aliran ini, struktur social berakar pada aristokrasi dan demokrasi. Letak aristokrasinya adalah pada cara meletakkan kekuasaan pada yang lebih tahu dalam kehidupan sehari-hari. Demokrasinya berarti bahwa setiap orang diberi kesempatan yang luas untuk memegang setiap jabatan dalam struktur masyarakat. Hubungan antara gereja dan Negara, adalah menjaga fundamental dasar dualisme antara order natural dan order supernatural. Minat Negara terhadap pendidikan bersifat natural, karena Negara memiliki kedudukan lebih rendah dibandingkan dengan gereja. Moral pendidikan berpusat pada ajaran agama. Pendidikan agama sebagai pedoman bagi anak untuk mencapai Tuhan dan akhirat.
Menurut realisme religius, karena keteraturan dan keharmonisan alam semesta sebagai ciptaan Tuhan, maka manusia harus mempelajari alam semesta sebagai ciptaan Tuhan. Tujuan utama pendidikan mempersiapkan individu untuk dunia dan akhirat. Tujuan pendidikan adalah mendorong siswa memiliki keseimbangan intelektual yang baik, bukan semata-mata penyesuaian terhadap lingkungan fisik dan social saja. Menurut Wiliam Mc Gucken (Brubacher, 1950) “Tanpa Tuhan tidak akan ada tujuan hidup, dan pada akhirnya tidak ada tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan adalah mempersiapkan manusia untuk hidup di dunia sekarang dalam arti untuk mencapai tujuan akhir yang abadi untuk hidup di dunia sana.
Pandangannya tentang moral, realisme religius menyetujui bahwa hukum moral dengan menggunakan akal, namun secara tegas beranggapan bahwa hukum-hukum moral tersebut diciptakan oleh Tuhan. Tuhan telah memberkahi manusia dengan kemampuan rasional yang sangat tinggi untuk memahami hukum moral tersebut. Tidak seperti halnya realisme natural yang hanya terbatas pada moral alamiah, realisme religius beranggapan bahwa manusia diciptakan memiliki kemampuan untuk melampaui alam natural, yang pada akhirnya dapat mencapai nilai supernatural. Tujuan pendidikan adalah keselamatan atau kebahagiaan jasmani dan rohani sekaligus. Anak yang lahir pada dasarnya rohaninya dalam keadaan baik, penuh rahmat, diisi dengan nilai-nilai ketuhanan. Anak akan menerima kebaikan dan menjauhi kejahatan bukan hanya perintah akal, melainkan juga karena perintah Tuhan.
2.      Realisme Natural Ilmiah
Realisme Natural Ilmiah menyertai lahirnya sains di Eropa pada abad kelima belas dan keenam belas, yang dipelopori oleh Francis Bacon, John Locke, Galileo, David Hume, John Stuart Mill, dan lain-lainnya. Pada abad kedua puluh tercatat pemikiran-pemikiran seperti Ralph Bolton Perry, Alfred Nortt Whitehead dan Bertrand Russel.
Realisme natural ilmiah mengatakan bahwa manusia adalah  organisme biologis dengan sistem syaraf yang kompleks dan secara inheren berpembawa sosial (social disposition). Apa yang dinamakan berpikir merupakan fungsi yang sangat kompleks dari organisme yang berhubungan dengan lingkungannya. Kebanyakan penganut realisme natural menolak eksistensi kemauan bebas (free will). Mereka bersilang pendapat dalam hal individu ditentukan oleh akibat lingkungan fisik dan social dalam struktur genetiknya. Apa yang tampak bebas memilih, kenyataannya merupakan suatu determinasi kausal (ketentuan sebab akibat.
Realisme natural mengajarkan bahwa baik dan salah adalah hasil pemahaman kita tentang alam, bukan dari prinsip-prinsip nilai agama atau dari luar alam ini. Moralitas dilandasi oleh hasil penelitian ilmiah yang telah menunjukkan kemanfaatannya pada manusia sebagai species tertinggi dari hewan. Sakit adalah jahat dan sehat adalah baik. Manusia harus meningkatkat kebaikan-kebaikandengan menggunakan ukuran-ukuran untuk memperbaiki konstitusi genetic, mengatasi kesejahteraan dengan perbaikan lingkungan dimana manusia hidup.
Baik realisme rasional maupun realisme natural ilmiah sependapat bahwa menanamkan dan pemilihan pengetahuan yang akan diberikan disekolah adalah penting. Inisiatif dalam pendidikan adalah terletak pada guru, yang menentukan bahan pelajaran yang akan dibahas dalam kelas adalah guru, bukan siswa. Materi atau bahan pelajaran yang baik adalah bahan pelajaran yang memberi kepuasan pada minat dan kebutuhan siswa. Namun, yang paling penting bagi guru adalah bagaimana memilih bahan pelajaran yang benar, bukan memberikan kepuasan minat dan kebutuhan siswa. Memberi kepuasan minat dan kebutuhan siswa hanyalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan, merupakan suatu strategi mengajar yang bermanfaat.
3.      Neo-Realisme dan Realisme Kritis
Selain aliran-aliran diatas, masih ada lagi pandangan-pandangan lain, termasuk tentang realisme. Aliran-aliran tersebut disebut “Neo-Realisme” dari Frederick Breed dan “Realisme Kritis” dari Emanuel Kant. Menurut pandangan Breed, filsafat pendidikan hendaknya harmoni dengan prinsip-prinsip demokrasi. Prinsip pertama dari demokrasi adalah hormat dan menghormati atas hak-hak dan individu. Pendidikan sebagai pertumbuhan harus diartikan sebagai menerima arah tuntunan social dan individual. Istilah demokrasi harus didefinisikan kembali sebagai pengawasan dan kesejahteraan sosial.
Pada waktu membicarakan idealisme, sudah kita kemukakan pandangan Emanuel Kant sebagai soerang idealis. Jadi hasil pemikiran Kant merupakan titik temu antara idealisme dan realisme, antara empirisme yang dikembangkan Locke, yang bermuara pada empirisme David Hume, dengan rasionalisme dan Descartes. Dilihat dari idealisme, ia seorang idealism kritis, dan dilihat dari pandangan realisme, ia seorang realisme kritis. Oleh karena itu, banyak orang yang mempelajari filsafat dan sejarah filsafat, menanamkan ia sebagai Kritisme. Kritisme Kant dimulai dengan penyelidikan kemampuan dan batas-batas rasio, berbeda dengan filosof-filosof sebelumnya yang secara dogmatis apriori mempercayai kemampuan rasio secara bulat.
Menurut Kant, semua pengetahuan mulai dari pengalaman, namun tidak berarti semuanya dari pengalaman. Objek luar dikenal melalui indera, namun pikiran atau rasio, atau pengertian, mengorganisasikan bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman tersebut. Pikiran tanpa isi adalah kosong, dan tanggapan tanpa konsepsi adalah buta. Demikian kata Kant “Thought without content are empty, percepts without concepts are blind” (Henderson, 1959: 218).
Selanjutnya menurut Kant, pengalaman tidak hanya sekedar warna, suara, bau yang diterima alat indera, melainkan hal-hal tersebut diatur dan disusun menjadi bentuk yang terorganisasi oleh pikiran kita. Pengalaman merupakan suatu interprestasi tentang benda-benda yang kita terima melalui alat indera kita. Dan didalam interprestasi tersebut kita mempergunakan suatu struktur tertentu untuk mengorganisasi benda-benda. Semua aliran filsafat pendidikan menyetujui bahwa:
a.       Proses pendidikan berpusat pada mengembangkan laki-laki dan wanita yang hebat dan kuat
b.      Tugas manusia di dunia adalah memajukan keadilan dan kesejahteraan umum.
c.       Kita seharusnya memandang bahwa tujuan akhir pendidikan adalah memecahkan masalah-masalah pendidikan.

Implikasi Ajaran Realisme dalam Bidang Pendidikan
Power (1982) mengemukakan  implikasi pendidikan realisme sebagai berikut:
1.      Tujuan Pendidikan
Penyesuaian hidup dan tanggung jawab sosial.
2.      Kedudukan siswa
Dalam hal pelajaran, menguasai pengetahuan yang handal, dapat dipercaya. Dalam hal disiplin, peraturan yang baik adalah esensial untuk belajar. Disiplin mental dan moral untuk memperoleh hasil yang baik.
3.      Peranan Guru
Menguasai pengetahuan, terampil dalam teknik mengajar dan dengan kerja keras menuntut prestasi dari siswa.
4.      Kurikulum
Kurikulum komprehensif mencangkup semua pengetahuan yang berguna. Berisikan pengetahuan liberal dan praktis.
5.      Metode
Belajar tergantung pada pengalaman, baik langsung atau tidak langsung. Metode penyampaian harus logis dan psikologis. Metode Conditioning (SR) merupakan metode utama bagi realisme sebagai pengikut behaviorisme.

Sumber:
Sadulloh, Uyoh. 2012. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Previous Post
Next Post

0 comments: