Realisme
Gambar 1. Sir Godfrey Kneller (1646-1723)
Pokok-Pokok Ajaran Realisme
Realisme
merupakan aliran filsafat yang memiliki beraneka ragam bentuk. Kneller membagi
realisme menjadi dua bentuk, yaitu: 1) realisme rasional, 2) realisme
naturalis.
1.
Realisme
Rasional
Realisme rasional dapat didefinisikan pada dua
aliran, yaitu realisme klasik dan realisme religius. Bentuk utama dari realisme
religius ialah “Scholastisisme”.
Realisme klasik ialah filsafat Yunani yang pertama kali dikembangkan oleh
Aristoteles, sedangkan realisme religius, terutama scholastisisme oleh Thomas
Aquina, dengan menggunakan filsafat Aristoteles dalam membahas teologi gereja.
Thomas Aquina menciptakan filsafat baru dalam agama Kristen, yang disebut
tomisme, pada saat filsafat gereja dikuasai oleh neoplatonisme yang dipelopori
oleh Plotinus.
Realisme klasik maupun realisme religius menyetujui
bahwa dunia materi adalah nyata dan berada diluar pikiran (ide) yang
mengamatinya. Tetapi sebaliknya, tomisme berpandangan bahwa materi dan jiwa
diciptakan oleh Tuhan dan jiwa lebih penting daripada materi karena Tuhan
adalah rohani yang sempurna.
a.
Realisme
Klasik
Realisme klasik oleh Brubacher (1950) disebut humanisme
rasional. Realisme klasik berpandangan bahwa manusia pada hakikatnya memiliki
cirri rasional. Dunia dikenal melalui akal, dimulai dengan prinsip “self evident”, dimana manusia dapat
menjangkau kebenaran umum.
Pengetahuan tentang Tuhan adalah bersifat self evident. Artinya bahwa adanya Tuhan
itu tidak perlu dibuktikan dengan bukti-bukti lain, sebab Tuhan itu self evident. Sifat Tuhan itu Esa yang
artinya hanya dimiliki Tuhan, tidak ada yang menyamainya terhadap sifat Tuhan
tersebut.
b.
Realisme
Religius
Realisme religius dalam pandangannya tampak. Ia
berpendapat bahwa terdapat dua order
yang terdiri atas “order natural” dan
“order supernatural”. Kedua order
tersebut berpusat pada Tuhan. Tuhan adalah pencipta semesta alam dan abadi.
Pendidikan merupakan suatu proses untuk meningkatkan diri, guna mencapai yang
abadi. Kemajuan diukur sesuai dengan yang abadi tersebut yang mengambil tempat
dan alam. Hakikat kebenaran dan kebaikan memiliki makna dalam pandangan
filsafat ini. Kebenaran bukan dibuat, melainkan sudah ditentukan, dimana
belajar harus mencerminkan kebenaran tersebut.
Menurut pandangan aliran ini, struktur social
berakar pada aristokrasi dan demokrasi. Letak aristokrasinya adalah pada cara
meletakkan kekuasaan pada yang lebih tahu dalam kehidupan sehari-hari. Demokrasinya
berarti bahwa setiap orang diberi kesempatan yang luas untuk memegang setiap
jabatan dalam struktur masyarakat. Hubungan antara gereja dan Negara, adalah
menjaga fundamental dasar dualisme antara order
natural dan order supernatural. Minat
Negara terhadap pendidikan bersifat natural, karena Negara memiliki kedudukan
lebih rendah dibandingkan dengan gereja. Moral pendidikan berpusat pada ajaran
agama. Pendidikan agama sebagai pedoman bagi anak untuk mencapai Tuhan dan
akhirat.
Menurut realisme religius, karena keteraturan dan
keharmonisan alam semesta sebagai ciptaan Tuhan, maka manusia harus mempelajari
alam semesta sebagai ciptaan Tuhan. Tujuan utama pendidikan mempersiapkan
individu untuk dunia dan akhirat. Tujuan pendidikan adalah mendorong siswa
memiliki keseimbangan intelektual yang baik, bukan semata-mata penyesuaian
terhadap lingkungan fisik dan social saja. Menurut Wiliam Mc Gucken (Brubacher,
1950) “Tanpa Tuhan tidak akan ada tujuan hidup, dan pada akhirnya tidak ada
tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan adalah mempersiapkan manusia untuk hidup
di dunia sekarang dalam arti untuk mencapai tujuan akhir yang abadi untuk hidup
di dunia sana.
Pandangannya tentang moral, realisme religius
menyetujui bahwa hukum moral dengan menggunakan akal, namun secara tegas
beranggapan bahwa hukum-hukum moral tersebut diciptakan oleh Tuhan. Tuhan telah
memberkahi manusia dengan kemampuan rasional yang sangat tinggi untuk memahami
hukum moral tersebut. Tidak seperti halnya realisme natural yang hanya terbatas
pada moral alamiah, realisme religius beranggapan bahwa manusia diciptakan
memiliki kemampuan untuk melampaui alam natural,
yang pada akhirnya dapat mencapai nilai supernatural.
Tujuan pendidikan adalah keselamatan atau kebahagiaan jasmani dan rohani
sekaligus. Anak yang lahir pada dasarnya rohaninya dalam keadaan baik, penuh
rahmat, diisi dengan nilai-nilai ketuhanan. Anak akan menerima kebaikan dan
menjauhi kejahatan bukan hanya perintah akal, melainkan juga karena perintah
Tuhan.
2.
Realisme
Natural Ilmiah
Realisme Natural Ilmiah menyertai lahirnya sains di
Eropa pada abad kelima belas dan keenam belas, yang dipelopori oleh Francis
Bacon, John Locke, Galileo, David Hume, John Stuart Mill, dan lain-lainnya.
Pada abad kedua puluh tercatat pemikiran-pemikiran seperti Ralph Bolton Perry,
Alfred Nortt Whitehead dan Bertrand Russel.
Realisme natural ilmiah mengatakan bahwa manusia
adalah organisme biologis dengan sistem
syaraf yang kompleks dan secara inheren berpembawa
sosial (social disposition). Apa yang
dinamakan berpikir merupakan fungsi yang sangat kompleks dari organisme yang
berhubungan dengan lingkungannya. Kebanyakan penganut realisme natural menolak
eksistensi kemauan bebas (free will).
Mereka bersilang pendapat dalam hal individu ditentukan oleh akibat lingkungan
fisik dan social dalam struktur genetiknya. Apa yang tampak bebas memilih,
kenyataannya merupakan suatu determinasi
kausal (ketentuan sebab akibat.
Realisme natural mengajarkan bahwa baik dan salah
adalah hasil pemahaman kita tentang alam, bukan dari prinsip-prinsip nilai
agama atau dari luar alam ini. Moralitas dilandasi oleh hasil penelitian ilmiah
yang telah menunjukkan kemanfaatannya pada manusia sebagai species tertinggi dari hewan. Sakit adalah jahat dan sehat adalah
baik. Manusia harus meningkatkat kebaikan-kebaikandengan menggunakan
ukuran-ukuran untuk memperbaiki konstitusi genetic, mengatasi kesejahteraan
dengan perbaikan lingkungan dimana manusia hidup.
Baik realisme rasional maupun realisme natural
ilmiah sependapat bahwa menanamkan dan pemilihan pengetahuan yang akan
diberikan disekolah adalah penting. Inisiatif dalam pendidikan adalah terletak
pada guru, yang menentukan bahan pelajaran yang akan dibahas dalam kelas adalah
guru, bukan siswa. Materi atau bahan pelajaran yang baik adalah bahan pelajaran
yang memberi kepuasan pada minat dan kebutuhan siswa. Namun, yang paling
penting bagi guru adalah bagaimana memilih bahan pelajaran yang benar, bukan memberikan
kepuasan minat dan kebutuhan siswa. Memberi kepuasan minat dan kebutuhan siswa
hanyalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan, merupakan suatu strategi
mengajar yang bermanfaat.
3.
Neo-Realisme
dan Realisme Kritis
Selain aliran-aliran diatas, masih ada lagi
pandangan-pandangan lain, termasuk tentang realisme. Aliran-aliran tersebut
disebut “Neo-Realisme” dari
Frederick Breed dan “Realisme Kritis” dari
Emanuel Kant. Menurut pandangan Breed, filsafat pendidikan hendaknya harmoni
dengan prinsip-prinsip demokrasi. Prinsip pertama dari demokrasi adalah hormat
dan menghormati atas hak-hak dan individu. Pendidikan sebagai pertumbuhan harus
diartikan sebagai menerima arah tuntunan social dan individual. Istilah
demokrasi harus didefinisikan kembali sebagai pengawasan dan kesejahteraan
sosial.
Pada waktu membicarakan idealisme, sudah kita
kemukakan pandangan Emanuel Kant sebagai soerang idealis. Jadi hasil pemikiran
Kant merupakan titik temu antara idealisme dan realisme, antara empirisme yang
dikembangkan Locke, yang bermuara pada empirisme David Hume, dengan rasionalisme
dan Descartes. Dilihat dari idealisme, ia seorang idealism kritis, dan dilihat
dari pandangan realisme, ia seorang realisme kritis. Oleh karena itu, banyak
orang yang mempelajari filsafat dan sejarah filsafat, menanamkan ia sebagai Kritisme. Kritisme Kant dimulai dengan
penyelidikan kemampuan dan batas-batas rasio, berbeda dengan filosof-filosof
sebelumnya yang secara dogmatis apriori mempercayai kemampuan rasio
secara bulat.
Menurut Kant, semua pengetahuan mulai dari
pengalaman, namun tidak berarti semuanya dari pengalaman. Objek luar dikenal
melalui indera, namun pikiran atau rasio, atau pengertian, mengorganisasikan
bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman tersebut. Pikiran tanpa isi adalah
kosong, dan tanggapan tanpa konsepsi adalah buta. Demikian kata Kant “Thought without content are empty, percepts
without concepts are blind” (Henderson, 1959: 218).
Selanjutnya menurut Kant, pengalaman tidak hanya
sekedar warna, suara, bau yang diterima alat indera, melainkan hal-hal tersebut
diatur dan disusun menjadi bentuk yang terorganisasi oleh pikiran kita.
Pengalaman merupakan suatu interprestasi tentang benda-benda yang kita terima
melalui alat indera kita. Dan didalam interprestasi tersebut kita mempergunakan
suatu struktur tertentu untuk mengorganisasi benda-benda. Semua aliran filsafat
pendidikan menyetujui bahwa:
a.
Proses pendidikan
berpusat pada mengembangkan laki-laki dan wanita yang hebat dan kuat
b. Tugas
manusia di dunia adalah memajukan keadilan dan kesejahteraan umum.
c. Kita
seharusnya memandang bahwa tujuan akhir pendidikan adalah memecahkan
masalah-masalah pendidikan.
Implikasi Ajaran Realisme dalam Bidang Pendidikan
Power
(1982) mengemukakan implikasi pendidikan
realisme sebagai berikut:
1.
Tujuan
Pendidikan
Penyesuaian hidup dan
tanggung jawab sosial.
2.
Kedudukan
siswa
Dalam hal pelajaran,
menguasai pengetahuan yang handal, dapat dipercaya. Dalam hal disiplin,
peraturan yang baik adalah esensial untuk belajar. Disiplin mental dan moral
untuk memperoleh hasil yang baik.
3.
Peranan
Guru
Menguasai pengetahuan,
terampil dalam teknik mengajar dan dengan kerja keras menuntut prestasi dari
siswa.
4.
Kurikulum
Kurikulum komprehensif
mencangkup semua pengetahuan yang berguna. Berisikan pengetahuan liberal dan
praktis.
5.
Metode
Belajar
tergantung pada pengalaman, baik langsung atau tidak langsung. Metode
penyampaian harus logis dan psikologis. Metode Conditioning (SR) merupakan metode utama bagi realisme sebagai
pengikut behaviorisme.
Sumber:
Sadulloh, Uyoh. 2012. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung:
Alfabeta
0 comments: