Pragmatisme
Pengertian Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa yunani) yang berarti tindakan,
perbuatan. Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar
yang dibuktikan dirinya sebagai benar dengan perantara akibat-akibatnya
yang bermanfaat secara praktis. Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu,
asal saja membawa akibat praktis. Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran
mistis semua bisa diterima sebagai benar dan dasar tindakan asalkan
membawa akibat yang pragtis yang bermanfaat. Dengan demikian patokan
pragmatisme adalah “manfaat bagi hidup praktis”
Kata pragmatisme sering sekali di
ucapkan orang. Orang-orang menyebut kata ini biasanya dalam pengertian
praktis. Jika orang berkata, rencana ini kurang pragmatis, maka maksudnya
adalah rencana ini kurang praktis. Pengertian seperti itu tidak begitu jauh
dari pengertian pragmatisme yang sebenarnya, tapi belum menggambarkan
keseluruhan pengertian pragmatisme. (Ahmad Tafsir.1990.Filsafat Umum Akal
dan Hati sejak Thales Sampai James.)
Pragmatisme adalah aliran dalam
filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah, apakah
sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.
Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua.
Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua.
Pragmatisme dalam perkembangannya
mengalami perbedaan kesimpulan walaupun berangkat dari gagasan asal yang sama.
Kendati demikian, ada tiga patokan yang disetujui aliran pragmatisme yaitu, (1)
menolak segala intelektualisme, dan (2) absolutisme, serta (3) meremehkan
logika formal.
Pragmatisme memiliki
tiga ciri, yaitu: (1) memusatkan perhatian pada hal-hal dalam pengalaman
manusia, (2) jika dipandang benar adalah apa yang berguna atau berfungsi, dan
(3) manusia bertanggung jawab atas nilai-nilai dalam masyarakat (George R.
Knight, 1982)
Pokok – Pokok
Ajaran Aliran Pragmatisme
Dasar-dasar yang digunakan dalam
filsafat pragmatis adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut ; pertama
menolak segala intelektualisme, kedua, absolutisme dan ketiga meremehkan logika
formal. (Harun Hadiwijono, Ibid, hlm 131) Aliran pragmatis menolak
intelektualisme, ini berarti juga menentang rasionalisme sebagai sebuah
pretensi dan metode.
Dasar kedua
adalah absolutisme. Pragmatisme tidak mengenal kebenaran yang bersifat mutlak,
yang berlaku umum ataupun bersifat tetap bahkan yang berdiri sendiri pun tidak
ada. Alasan ini disebabkan adanya pengalaman yang berjalan terus dan
segala yang dianggap benar dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa
akan berubah, karena di dalam prakteknya apa yang dianggap benar dapat dikoreksi
oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena itu tidak ada kebenaran yang mutlak,
kecuali yang ada adalah kebenaran-kebenaran (dalam bentuk jamak), artinya apa
yang benar dalam pengalaman-pengalaman yang khusus, yang setiap kali dapat
diubah oleh pengalaman berikutnya.(Harun Hadiwijono, Sari Filsafat Barat-2,
Yogyakarta, Kanisius, 1980, hlm 132).
Pokok ajaran
yang terakhir adalah meremehkan logika formal. Sebagaimana telah disebutkan di
atas bahwa pegangan pragmatisme adalah logika pengamatan, hal ini dapat berupa
pengalaman-pengalaman pribadi ataupun pengalaman mistis. Dengan demikian ini
berarti bahwa pragmatisme dalam membuat suatu kesimpulan-kesimpulan tidak
memiliki aturan-aturan yang tetap yang dapat dijadikan Standard atau ukuran
dalam merumuskan suatu kesimpulan. Hukum kebenaran yang terus berjalan ini,
maka nilai pertimbangannya adalah akal dan pemikirannya, sementara yang
dijadikan sebagai tujuan adalah dalam perbuatannya atau aplikasinya. Proses
yang terjadi pada akal dan pemikiran itu harus mampu menyesuaikan dengan
kondisi dan situasinya. Sesungguhnya akal dan pemikiran itu menyesuaikan diri
dengan tuntutan kehendak dan tuntutan perbuatan. (Ibid, hlm 132)
Teori
Pendidikan yang berhubungan dengan Pragmatisme
1. Progresivisme
Progresivisme berakar
pada pragmatisme. Progresivisme melihat peserta didik sebagai makhluk yang
aktif dan kreatif. Kreativitas tersebut hanya dapat diperoleh melalui
pengalaman. Sebagai makhluk sosial, proses belajar peserta didik akan lebih
berhasil di dalam ikatan dengan kelompok. Dalam hal ini, guru lebih sebagai
fasilitator dalam proses belajar dan pendidikan mempunyai multi fungsi untuk
pengembangan fisik, emosional, sosial dan intelektual anak. (George R.
Knight,1982:80-81)
Progressivisme mempunyai konsep yang didasari oleh
pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan
yang wajar dan dapat menghadapi masalah yang menekan atau mengecam adanya
manusia itu sendiri. Aliran Progressivisme mengakui dan berusaha mengembangakan
asas Progressivisme dalam semua realitas, terutama dalam kehidupan adalah tetap
survive terhadap semua tantangan hidup manusia, harus praktis dalam melihat
segala sesuatu dari segi keagungannya.
Filsafat progressivisme dipengaruhi oleh ide-ide
dasar filsafat pragmatisme dimana telah memberikan konsep dasar dengan azas
yang utama yaitu manusia dalam hidupnya untuk tetap survive terhadap semua
tantangan, harus pragmatis memandang sesuatu dari segi manfaatnya.
2.
Rekonstruksionisme
Menurut
H.A.R Tilaar (2005:314), aliran progresivisme di dalam pendidikan memunculkan aliran rekonstruksionisme yang melihat
pendidikan sebagai agen perubahan sosial, politik dan ekonomi. Rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang merombak tata susunan lama
dan membangun tata susunan hidup dan kebudayaan yang bersifat modern.
3.
Humanisme
Hu·ma·nis adalah orang yg mendambakan dan memperjuangkan
terwujudnya pergaulan hidup yang lebih baik, berdasarkan asas perikemanusiaan;
pengabdi kepentingan sesama umat manusia atau penganut
paham yg menganggap manusia sebagai objek terpenting.Pendidikan
yang mengikuti pola filsafat pragmatisme akan berwatak humanis, dan pendidikan
yang humanis akan melahirkan manusia yang humanis pula.
Tokoh Tokoh
Aliran Filsafat Pragmatisme
1. William
James (1842-1910)
Gambar 1. Wiliam James
William James
dilahirkan di New York, anak dari Henry James, William James belajar ilmu
kedokteran di Havard Medical School pada tahun 1864 dan mendapat M.D-nya
tahun 1869, tetapi William tidak tertarik ilmu pengobatan melainkan tertarik
untuk mempelajari filsafat. Ketertarikannya ini didasarkan kepada dua hal yaitu
ilmu pengetahuan dan agama.
William James menyatakan bahwa ukuran suatu kebenaran ditentukan oleh
akibat praktisnya. Nilai pengalaman dalam pragmatisme tergantung pada
akibatnya, kepada kerjanya artinya tergantung dari keberhasilan dari perbuatan
yang disiapkan oleh pertimbangan itu. Pertimbangan itu benar jikalau bermanfaat
bagi pelakunya jika memperkaya hidup serta kemungkinan-kemungkinan hidup.
2. John Dewey (1859-1952)
Gambar 2. John Dewey
John Dewey (20 Oktober 1859 - 1 Juni 1952)
adalah seorang filsuf Amerika, psikolog, dan pembaharu pendidikan yang sangat
berpengaruh di Amerika Serikat dan di seluruh dunia. Ia diakui sebagai salah
satu pencetus sekolah filsafat Pragmatisme (bersama dengan Charles Sanders
Peirce dan William James). Dewey lahir di Vermont berasal dari keluarga
sederhana. Ia tercatat sebgai profesor filsafat di Columbia University, New
York Dari tahun 1904.
John
dewey menyatakan bahwa tidak perlu mempersolakan kebenaran suatu pengetahuan,
melainkan sejauh mana kita dapat memecahkan persoalan yan timbul dalam
masyarakat. Bukan pengetahuan itu sendiri yang benar tetapi pengertian itu baru
menjadi benar dalam proses penerapannya.
3. C. S. Pierce
Gambar 3. C. S. Pierce
C. S. Pierce
lahir pada tanggal 10 September 1839 di Cambridge, Massachusetts, Amerika
Serikat.C. S. Pierce menyatakan bahwa, sesuatu dikatakan berpengaruh bila
memang memuat hasil yang praktis. Pada kesempatan yang lain C. S. Pierce juga
menyatakan bahwa, pragmatisme sebenarnya bukan suatu filsafat, dan bukan teori
kebenaran, melainkan suatu teknik untuk membantu manusia dalam memecahkan
masalah (Ismaun, 2004:96). Dari kedua pernyataan itu tampaknya Pierce ingin
menegaskan bahwa, pragmatisme tidak hanya sekedar ilmu yang bersifat teori dan
dipelajari hanya untuk berfilsafat serta mencari kebenaran belaka, juga bukan
metafisika karena tidak pernah memikirkan hakekat dibalik realitas, tetapi
konsep pragmatisme lebih cenderung pada tataran ilmu praktis untuk membantu
menyelesaikan persoalan yang dihadapi manusia.
Implikasi Ajaran Pragmatisme Dalam Bidang Pendidikan
1. Tujuan Pendidikan
Sekolah
harus bertujuan untuk mengembangkan pengalaman-pengalaman yang akan
memungkinkan seseorang terarah kepada kehidupan yang baik.
Tujuan-tujuan
pendidikan tersebut meliputi:
Ø Kesehatan
yang baik
Ø Keterampilan-keterampilan
dan kejujuran dalam bekerja
Ø Minat dan
hobi untuk kehidupan yag menyenangkan
Ø Kemampuan berinteraksi kepada orang lain
Tambahan tujuan khusus pendidikan di
atas yaitu untuk pemahaman tentang pentingnya demokrasi. Menurut pragmatisme
pendidikan hendaknya bertujuan menyediakan pengalaman untuk
menemukan/memecahkan hal-hal baru dalam kehidupan peribadi dan kehidupan
sosial.
2. Kurikulum
Pendidikan
berfokus pada kehidupan yang baik pada masa sekarang dan masa yang akan datang.
Kurikilum pendidikan pragmatisme “berisi pengalaman-pengalaman yang telah
teruji, yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Adapun kurikulum tersebut
akan berubah.
3. Metode Pendidikan
Ajaran
pragmatisme lebih mengutamakan penggunaan metode pemecahan masalah (problem
solving method) serta metode penyelidikan dan penemuan (inquiri and
discovery method). Dalam praktiknya (mengajar), metode ini membutuhkan guru
yang memiliki sifat pemberi kesempatan, bersahabat, seorang pembimbing,
antusias, kreatif, sadar bermasyarakat, siap siaga, sabar, bekerjasama, dan
bersungguh-sungguh agar proses pembelajaran berdasarkan pengalaman dapat
diaplikasikan oleh siswa dan apa yang dicita-citakan dapat tercapai.
4. Peranan Guru dan Siswa
Dalam
pembelajaran, peranan guru bukan “menuangkan” pengetahuanya kepada siswa.Setiap
apa yang dipelajari oleh siswa haruslah sesuai dengan kebutuhan, minat dan
masalah pribadinya. Pragmatisme menghendaki agar siswa dalam menghadapi suatu
pemasalahan, hendaknya dapat merekonstruksi lingkungan untuk memecahkan
kebutuhan yang dirasakannya. Untuk
membantu siswa guru harus berperan:
a.
Menyediakan berbagai pengalaman yang
akan memunculkan motivasi. Film-film, catatan-catatan, dll. Merupakan
contoh-contoh aktivitas yang dirancang untuk memunculkan minat siswa.
b.
Membimbing siswa untuk merumuskan
batasan masalah secara spesifik.
c.
Membimbing merencanakan tujuan-tujuan
individual dan kelompok dalam kelas guna memecahkan suatu masalah.
d.
Membantu para siswa dalam
mengumpulkan informasi berkenaan dengan masalah.
e. Bersama sama
mengevaluasi apa yang dipelajari, bagaimana mereka mempelajarinya, dan
informasi baru yang ditemukan oleh setiap siswa.
Sumber:
Hadiwijono, Harun. 1980. Sari
Filsafat Barat-2. Yogyakarta. Kanisius. hlm 130-132.
Juhaya S. Praja. Aliran-Aliran
Filsafat dan Etika. Ibid. hlm 115.
Tafsir, Ahmad.1990.Filsafat Umum
Akal dan Hati sejak Thales Sampai James.
http://biografiteladan.blogspot.co.id/2011/03/john-dewey-20-oktober-1859-1-juni-1952.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Charles_Sanders_Peirce
0 comments: