Biografi Bapak Pandu Dunia
(Baden-Powell)
Jika mempelajari sejarah kepramukaan, maka tidak boleh
kita lepaskan dari riwayat hidup pendiri gerakan kepramukaan sedunia, yaitu
Lord Baden-Powell Of Gilwell. Hal ini disebabkan pengalaman beliaulah yang mendasari
pembinaan remaja di Negara Inggris, yang kemudian tumbuh berkembang menjadi
gerakan kepramukaan.
Baden-Powell lahir di kota London, Inggris, pada tanggal
22 Februari 1857. Nama lengkapnya adalah Robert Stephenson Smyth
Baden-Powell. Nama kecil dari
Baden-Powell adalah Ste, Stephe atau Stephenson (sering dipanggil dengan nama
Steevie), dan beliau dipanggil dengan nama Robert atau Sir Robert setelah
mendapat gelar kesatria dari Raja Inggris. Ayah dari Baden-Powell bernama Prof.
Domine Baden-Powell, seorang guru besar Geometri di Universitas Oxford, Inggris. Ayah Baden-Powell menikah
dengan Miss Henrietta Grace Smyth, seorang puteri dari Admiral Kerajaan Inggris
yang terkenal yaitu William T. Smyth. Baden Powell mempunyai 9 saudara, yaitu :
Warrington, George, Augustus, Frank, Penrose, Agnes, Henrietta, Jessie, dan
Baden Fletcher.
Ayahnya meninggal pada tanggal 11 Juni 1860, oleh karena
itu ketika umur 3 tahun, Baden-Powell menjadi anak yatim. Tetapi dia bersama
saudara-saudaranya bertambah akrab sepeninggal ayahnya. Maka dari usia yang
masih kecil Baden-Powell dituntut untuk hidup mandiri. Sejak itu juga
Baden-Powell mendapatkan pembinaan dari ibunya. Baden Powell sejak kecil sudah
banyak mengagumi karya-karya ilmuwan terkenal pada jamannya, seperti Charles
Darwin, Babbage, George Elliot, G. H. Lewes, dan James Martineau. Sifat
Baden-Powell yang sangat cerdas, gembira, lucu, suka main musik, bersandiwara,
berolahraga, mengarang, dan menggambar sehingga disukai teman-temannya.
Pada
tahun 1870, Ny. Henrietta Grace memasukkan Baden-Powell ke Charterhouse School.
Disana, Baden-Powell sangat popular, dan berkat kepandaiannya dia sampai meraih
beasiswa. Disana Baden-Powell juga mengikuti banyak ekstra kegiatan, seperti
Marching Band, klub menembak (Rifle Corps), teater, melukis dan menggambar, dan
juga menjadi kipper kesebelasan Charterhouse. Di Charterhouse School inilah
Baden-Powell mendapat julukan “Bathing-Towel”.
Di
usia 19 tahun, Baden-Powell tamat sekolah, kemudian Baden-Powell memutuskan
untuk bergabung dengan dinas kemiliteran, atas bantuan pamannya Kolonel Henry
Smyth, komandan dari Royal Military Academy di Woolwich. Setelah lulus dari
kemiliteran, Baden-Powell ditempatkan di India dengan pangkat pembantu letnan.
Pengalaman inilah yang nantinya akan berpengaruh besar bagi perkembangan
berdirinya gerakan kepanduak di Inggris. Baden-Powell juga terkenal orang yang
pandai bergaul dan banyak teman. Salah seorang sahabatnya yang terdekat adalah
Kenneth Mc Laren. Kebersamaan mereka telah banyak melahirkan pengalaman yang
sangat berkesan.
Setelah
sempat berpindah-pindah, dari satu kota ke kota lain, bahkan dari satu Negara
ke Negara lain, Baden-Powell akhirnya bertugas di Mafeking, sebuah kota di
pedalaman Afrika Selatan. Kota inilah yang membuat nama Baden-Powell menjadi
terkenal dan menjadi pahlawan bangsanya, karena jasa-jasanya dalam memimpin
pertahanan Kota Mafeking terhadap pengepungan bangsa Boer selama kurang lebih
217 hari (dari tanggal 13 Oktober 1899 sampai tanggal 18 Mei 1900). Bangsa Boer
adalah bangsa Eropa keturunan Belanda yang lahir dan besar di Afrika. Sekarang
bangsa Boer banyak tinggal di Afrika Selatan. Berkat jasa-jasanya tersebut,
pangkat Baden-Powell dinaikkan menjadi Mayor Jenderal. Berita tersebut kemudian
sampai juga ke Inggris, membuat seluruh keluarga Baden-Powell bangga.
Selama
bertugas di Afrika, Baden-Powell banyak melakukan petualangan, sehingga
pengalamannya semakin bertambah. Karena keberaniannya, Baden-Powell mendapat
julukan IMPESSA dari suku-suku setempat seperti Zulu, Ashanti, dan Metabele.
IMPESSA adalah serigala yang tidak pernah tidur. Hal ini karena sifat
keberanian Baden-Powell, termasuk tindakan mengambil kalung manik-manik milik
Raja Dinuzulu. Raja Dinuzulu adalah Raja Zulu dari tahun 1884-1889, raja yang
merupakan putra dari Raja Zulu Cetshwayo, beraliansi dengan para Afrianers
(orang kulit putih keturunan Belanda) dan bersengketa dengan sepupunya,
Zibhebhu yang didukung Inggris. Dinuzulu lalu dituduh bersalah melakukan
penghianatan sehingga diasingkan selama 10 tahun. Dibebaskan tahun 1910, karena
dianggap tidak bersalah, Dinuzulu akhirnya meninggal tahun 1913.
Pada
tahun 1901, Baden-Powell kembali ke tanah airnya, Inggris dengan disambut
besar-besaran sebagai salah satu pahlawan bangsanya. Kemudian Baden-Powell menuliskan
pengalaman-pengalamannya dalam buku Aids To Scouting. Tahun 1907, Baden-Powell
mendapat undangan dari perkumpulan Boys Brigade untuk mengisahkan
pengalaman-pengalamannya selama di Afrika khusunya dan selama di dinas
ketentaraan pada umumnya, dalam sebuah perkemahan yang diikuti 20 orang
anggotanya. Perkemahan pertama tersebut diselenggarakan di Pulau Brownsea
(Brownsea Island). Tahun 1908, Baden-Powell menulis buku Scouting For Boys,
sebuah mahakarya yang sangat spektakuler. Buku inilah yang mengakibatkan
perkembangan kepanduan menjadi semakin besar. Buku ini menyebar di seluruh
daratan Eropa sampai ke daerah-daerah jajahan.
Pada
tahun 1910, Baden-Powell meletakkan jabatannya di dinas ketentaraan dengan
pangkat terakhirnya adalah Letnan Jenderal. Mulailah Baden-Powell
berkonsentrasi penuh untuk mengembangkan kepanduan di seluruh dunia. Tahun
1912, Baden-Powell mengadakan perjalanan keliling dunia untuk menemui para
pandu di berbagai Negara. Baden-Powell menikah dengan Olave St. Clair Soames (Lady
Baden-Powell) pada tahun tersebut. Kemudian dikaruniai 3 orang anak, yaitu
Peter, Heather, dan Betty.
Pada
tahun 1920, para pandu sedunia berkumpul
di Olimpia, London, Inggris dalam acara Jambore Dunia yang pertama. Pada
hari terakhir kegiatan jamboree tersebut (6 Agustus 1920) Baden-Powell diangkat
sebagai Chief Scout Of The World atau Bapak Pandu Sedunia. Baden-Powell juga
dianugerahi gelar Lord Baden-Powell Of Gilwell, dengan julukan Baron oleh Raja
George V. Baden-Powell juga mengunjungi Batavia (sekarang Jakarta) pada tanggal
3 Desember 1934, sepulangnya dari meninjau Jambore di Australia. Peristiwa itu
adalah peristiwa yang tidak akan dilupakan oleh para pandu nasional kita, sebab
pada saat Lord Baden-Powell dan Lady Baden-Powell mengunjungi Indonesia, yang
boleh menyambut beliau hanya para pandu Belanda yang tergabung dalam NIPV.
Setelah itu, Baden-Powell beserta istrinya menghabiskan masa-masa akhirnya
tinggal di Inggris (sekitar tahun 1935-1938). Kemudian Baden-Powell kembali ke
tanah yang amat dicintainya, yaitu Afrika. Baden-Powell menghabiskan masa
tuanya di Nyeri, Kenya. Beliau akhirnya wafat pada tanggal 8 Januari 1941 dan
dengan diantar di atas kereta yang ditarik oleh para pandu yang sangat
mencintainya ke tempat peristirahatan terakhir.
0 comments: